MASUK DALAM PUTARAN ISU PERNIKAHAN
Kalau dalam Pemilu ada istilah putaran pertama dan kedua, dan adaPutaran Uruguay dalam WTO, maka dalam pernikahan ada putaran isu pernikahan
Seminggu ini saya mendapat serangan dari teman-teman. Bayangkan di-isukan menikah. Baru kali ini saya mendapat serangan isu yang begitu gencar. Yang menjadi emosi adalah beberapa teman dengan santainya menanggapi dengan beberapa komentar nyelekit (pedas) kalimat seperti ; iso kawin to koe Dul!(bisa nikah juga to kamu), po wani le-le!(apa berani) mengalir santai dalam ketikan komentar di fesbuk. Sebenarnya yang membikin tambah emosi adalah gencarnya sms berdatangan menghajar HP saya. Bajindul…..ini berarti memunculkan sebuah tugas baru, mesti sedia pulsa cadangan untuk membalas sms ni…(baca:boros) dan tukang pijat special jempol tangan karena mesti pencet hp sana-sini.
Sebenarnya saya pengin mengklarisfikasi isu tersebut, akan tetapi permainan antara serang vs klarrifikasi ini tidaklah seimbang. Sendirian saya melakukan klarifikasi dan konter isu sedangkan musuh mempunyai pusat propaganda dengan anggota tujuh orang dan punya tiga daerah teritorial, belum lagi fesbuker-fesbuker yang masuk dalam propaganda musuh. Ketujuh orang yang terbagi di tiga teritorial tersebut : Jakarta dengan Ari JP+Asat Kodok+ June, Jogja dengan Bambang Pete+Ilmi, Solo dengan Wisnu Kentoenk+Dimas Camat. Dalam hemat saya, kemungkinan prosentase berhasil untuk klarifikasi adalah dalam angka kecil. Terhitung hampir dua minggu isu tersebut gencar mamborbardir HP dan FB. Mungkin benar juga yang dikatakan orang bahwa ; tekhnologi yang berada di tangan orang yang tidak bertanggungjawab menjadikan dunia semakin buram. Dalam konteks ini (isu putaran pernikahan) siapakah orang yang tidak bertanggungjawab tidak perlu saya sebut lagi karena namanya sudah tertulis diatas. *semoga ke tujuh orang tersebut mambaca!!!!anduk……!!!lumpia…koe cah!!!*
Empat hari yang lalu, sore hari, seorang teman bernama Asat mampir ke rumah saya. Di saat bersamaan, rumah saya akan ada acara, maka tetangga banyak yang datang, Selang beberapa jam, malamnya, di fesbuk tiba-tiba saja muncul isu putaran pernikahan di kalangan terbatas. Dan hahaha….lagi-lagi tersebab majunya tekhnologi, dalam beberapa menit sudah terbentuk suatu opini di kalangan terbatas dan semakin lama semakin meluas mengenai berita yang belum teruji kebenarannya.
SEBENARNYA isu dalam propaganda teman-teman saya itu tidaklah benar. Saya coba klarifikasi disini lewat poto-poto yang akan saya pajang di album poto FB. Tentang tanggapan mengenai benar tidaknya, saya serahkan teman-teman semua karena saya bukan agen propaganda media. (haduh…bahasanya serem banget pakdhe……)yang ingin membangun opini public atau partai yang mencari simpati massa lewat iklan kampanye.
Dalam refleksi saya,
Sebuah kerinduan akan berkumpul bisa memunculkan sebuah ide baru. Beberapa tahun yang lalu, dalam sebuah ruang aktiitas “sekelompok orang-orang gila” beraktivitas dan berkomunikasi. Disana lahir sebuah ikatan emosional dan relasi. Di karenakan tuntutan tanggungjawab mereka dipisahkan tempat dan waktu dalam aktivitas yang baru.
Ini cuma persoalan kesulitan waktu yang tidak bisa mengumpulkan kami (baca : reuni) sehingga kami mencari suatu alternative jalan komunikasi untuk coba mengobati sebuah kerinduan untuk berkumpul. Alhasil muncullah kembali “orang-orang gila” dengan sejuta kecroh-kecrohan. Dalam tradisi kecroh-kecrohan selalu ada yang menjadi korban ledekan. Akan tetapi….aneh dan sekali lagi aneh saudara-saudara, mengapa yang menjadi korban adalah saya??? Walaupun dari dulu saya sudah terbiasa menjadi korban “tindakan criminal” teman-teman; dari kecroh-kecrohan (ledek-ledekan) iklan baterai ABC, PSK, sampai dengan bandar narkoba sudah biasa. Kali ini dalam isu putaran pernikahan kembali saya yang menjadi korban utana. Akan tetapi demi sebuah kerinduan berkomunikasi, dengan berat hati dan tanpa persetujuan akhirnya saya di jadikan korban
( *dengan wajah memelas & sebenarnya disini saya ingin menunjukkan betapa baik hati, sabar dan tidak sombongnya seorang Duan Gadul, hihihihihhi).
Kalau saya pikir, gila juga yang dilakukan teman-teman saya, setelah beberapa tahun tidak bertemu, bukan kebaikan dipupuk akan tetapi berbagai macam kegilaan., dan ini masih sama dalam suatu masa kuliah dulu dan tambah gila.
Tenggelam dalam rutinitas kerja seringkali meningkatkan kadar kekencangan saraf otak. Itu yang telah diciptakan ruang aktivita kerja kita sekarang, kita masuk dalam ruang yang secara tidak sadar melupakan sisi manusia kita yang membutuhkan interaksi, dan relaksasi. Untuk kajian filosofi manusia dan kerja teman-teman baca saja sendiri. Terjebak dalam sebuah rutinitas menjadikan seseorang tidak sadar akan lingkungan, ingatan dan eksistensinya sebagai manusia social yang hidup dalam lingkungan yang membutuhkan interaksi.
Akhir kata, sebenarnya saya sudah budreg, tak bisa berkata-kata dan cuma ingin mengatakan kepada tujuh orang tersebut diatas bahwa :
AWAS CAH….PEMBALASAN SELALU LEBIH GILA!!! LUMPIA NEXT TIME KORBANE MBOK OJO AKU!!!!
Senin, 11 Mei 2009
CAH-CUH BERITA DI MEDIA
Cah-cuh meneh ah…
Seminggu ini pertarungan politik di elit atas semakin panas. Bursa capres dan wapres muncul di headline surat kabar, tak terkecuali perang dengan babi yang menyerang lewat flu-nya. Tak kalah seru juga Antasari yang jadi selebritas media massa dengan dagelan penembakan Nasrudin dan tragedy di balik layar hole in one-nya dengan caddy golf Rani Juliani. Dan kemudian berita ADB juga cukup booming.
Saat pemilu mulai menimbulkan serangkaian buntut masalah yang belum selesai, tak di duga-tak disangka, seperti hujan kemarin malam, muncul geledek yang memekakkan telinga yang berakibat kita lupa ingatan, lupa akan pemilu yang bermasalah. Di media muncul berita perselingkuhan yang diakhiri penembakan dengan melibakan laki-laki pejabat dan perempuan cantik. Dari pengamatan saya terhadap teman-teman dan percakapan dengan orang yang saya jumpai di jalan ternyata masyarakat lebih suka menyimak berita-berita yang ringan dan tidak masuk dalam ranah rasio seperti : perselingkuhan pejabat dibanding concern pada masalah ekonomi social politik. Itu terbukti, dibanding berita ADB, berita AA jauh lebih popular.
Minggu lalu saat menunggu kereta Pramex., saya berbincang dengan seorang mahasiswi Fisip UGM, pertama coba saya masuk dengan sapaan ringan, setelah ada respon yang baik kemudian kami berbincang. Obrolan kami mengalir dari seputar kost-kostan, kota Jogja, kereta Pramex sampai berita koran. Ada beberapa hal yang bagi saya menarik dalam percakapan. Karena berasal dari jurusan komunikasi (jurusan idaman saya saat UMPTN tapi gagal) saya pikir dia pasti mengikuti perkembangan berita media. Dia bertanya apakah saya tahu berita AA, saya jawab singkat bahwa saya tahu sebatas berita koran, akan tetapi tidak menyimak dan kemudian dia bercerita tentang kasus AA. Teman saya ini tahu benar dan mengikuti perkembangan tentang kasus AA. Dalam kasus AA ini dia memberikan pendapat dan analisanya dalam kisah perselingkuhan AA dengan Rani, bukan pada analisa di ranah ekonomi eko-sos-pol nya. Dari nada bicara dan mimik wajahnya, sebagai wakil kaum feminis dia tersinggung dengan kasus-kasus di Indonesia yang selalu menjadikan perempuan sebagai korban. Sesaat saya terpukau menyukai cara dia berbicara, bahasa tangannya pun juga hidup dan bergerak lincah mengimbangi kalimat yang meluncur dari mulut. Dalam penutup dia bertanya kepada saya apakah perempuan memang mempunyai nilai beda/distingtif dan mempunyai sisi menarik untuk dijual oleh media??? Saya bingung maksud pertanyaan itu, tapi saya coba jawab kalau stereotip perempuan adalah cantik dan berkisar dalam keindahan, akan tetapi dalam posisinya selalu dalam posisi pinggir dan bukan sentral. Dalam kasus AA, dia hanya menjadi pelengkap bumbu berita saja, yang dijual ya cantiknya si Rani saja menurut saya.
Hamper setengah jam kami ngobrol, daripada sendirian mending ngerokok plus ditemani seorang perempuan pintar dan cantik. Pembicaraan kami mengalir menuju ADB, obrolan jadi tersendat, begitupun ketika saya coba masuk dalam pembicaraan ketimpangan dan kemiskinan structural, utang luar negeri sampai masalah demokrasi, yang nyambung hanya bahasan demokrasi. Dalam hati saya kagum sudah kuliahnya UGM, pinter, cantik, cuma satu kurangnya dia kurang respek dengan berita-berita yang tidak seksis. Karena masih ingin ngobrol dengan dia lagi, akhirnya saya potong pembicaraan ADB, hehehe kapan lagi dapat kesempatan ngobrol dengan kembarannya Dian Sastro….hahahahahha
Dalam percakapan singkat sebelum kereta datang, dia sempat bilang bahwa isu ada berbagai jenis dan tingkatan alias diatas isu masih ada isu, artinya isu ada kadar kehebohannya. Dari situ saya berpikir, pembaca mungkin lebih suka berita yang seksis (baca:menarik/unik) dan secara kebetulan (baca:mungkin) kasus AA adalah unik, walaupun sebenarnya tidak kalah unik juga berita dan fakta bahwa Indonesia terjebak utang luar negeri.
Ini memang wajar, akan tetapi saya punya sudut pandang lain dalam kasus AA. Maksud saya begini, dalam kasus ini seorang pejabat berani mengambil resiko menjalin hubungan asmara dengan orang yang notabene dari golongan ekonomi yang jauh di bawahnya. Yang menarik bagi saya dalam kasus ini ketua KPK ada fair dengan karyawan biasa. Menurut saya ini bagus dan merupakan sebuah terobosan baru. Seorang pejabat tidak harus “bermain-main/ada fair” dengan orang golongan pejabat dalam level ekonomi sama, dia bisa berhubungan/beristeri dengan masyarakat biasa (baca:tidak terkait hubungan poltik). Akan tetapi dalam itu harus sesuai aturan hokum serta norma di masyarakat. Hal ini sangat dasyat bila benar terjadi. Bayangkan dalam kejadian lain teman-teman, presiden bisa mempunyai istri petani, bupati suaminya tukang becak, Walikota tidak beristri/bersuami pengusaha dsb, akan tetapi dengan penjual lotere. Anggota DPRD beristerikan seorang PSK. Apabila ini benar terjadi, mungkin masalah ekonomi indonesia tidaklah serumit sekarang atau minimal masalah kemiskinan structural yang melekat di tubuh perekonomian negara kita sedikit terlupakan dengan adanya hal diatas…hehehe(smoga teman-teman tidak pernah lupa masalah itu).
Dunia akan jadi sangat berwarna bila ini terjadi, seperti Tuhan yang menciptakan manusia itu setara, saling melengkapi, sangatlah indah bila itu terjadi. Ini sekedar cah-cuh dan gojekan saja……dari saya.
Seminggu ini pertarungan politik di elit atas semakin panas. Bursa capres dan wapres muncul di headline surat kabar, tak terkecuali perang dengan babi yang menyerang lewat flu-nya. Tak kalah seru juga Antasari yang jadi selebritas media massa dengan dagelan penembakan Nasrudin dan tragedy di balik layar hole in one-nya dengan caddy golf Rani Juliani. Dan kemudian berita ADB juga cukup booming.
Saat pemilu mulai menimbulkan serangkaian buntut masalah yang belum selesai, tak di duga-tak disangka, seperti hujan kemarin malam, muncul geledek yang memekakkan telinga yang berakibat kita lupa ingatan, lupa akan pemilu yang bermasalah. Di media muncul berita perselingkuhan yang diakhiri penembakan dengan melibakan laki-laki pejabat dan perempuan cantik. Dari pengamatan saya terhadap teman-teman dan percakapan dengan orang yang saya jumpai di jalan ternyata masyarakat lebih suka menyimak berita-berita yang ringan dan tidak masuk dalam ranah rasio seperti : perselingkuhan pejabat dibanding concern pada masalah ekonomi social politik. Itu terbukti, dibanding berita ADB, berita AA jauh lebih popular.
Minggu lalu saat menunggu kereta Pramex., saya berbincang dengan seorang mahasiswi Fisip UGM, pertama coba saya masuk dengan sapaan ringan, setelah ada respon yang baik kemudian kami berbincang. Obrolan kami mengalir dari seputar kost-kostan, kota Jogja, kereta Pramex sampai berita koran. Ada beberapa hal yang bagi saya menarik dalam percakapan. Karena berasal dari jurusan komunikasi (jurusan idaman saya saat UMPTN tapi gagal) saya pikir dia pasti mengikuti perkembangan berita media. Dia bertanya apakah saya tahu berita AA, saya jawab singkat bahwa saya tahu sebatas berita koran, akan tetapi tidak menyimak dan kemudian dia bercerita tentang kasus AA. Teman saya ini tahu benar dan mengikuti perkembangan tentang kasus AA. Dalam kasus AA ini dia memberikan pendapat dan analisanya dalam kisah perselingkuhan AA dengan Rani, bukan pada analisa di ranah ekonomi eko-sos-pol nya. Dari nada bicara dan mimik wajahnya, sebagai wakil kaum feminis dia tersinggung dengan kasus-kasus di Indonesia yang selalu menjadikan perempuan sebagai korban. Sesaat saya terpukau menyukai cara dia berbicara, bahasa tangannya pun juga hidup dan bergerak lincah mengimbangi kalimat yang meluncur dari mulut. Dalam penutup dia bertanya kepada saya apakah perempuan memang mempunyai nilai beda/distingtif dan mempunyai sisi menarik untuk dijual oleh media??? Saya bingung maksud pertanyaan itu, tapi saya coba jawab kalau stereotip perempuan adalah cantik dan berkisar dalam keindahan, akan tetapi dalam posisinya selalu dalam posisi pinggir dan bukan sentral. Dalam kasus AA, dia hanya menjadi pelengkap bumbu berita saja, yang dijual ya cantiknya si Rani saja menurut saya.
Hamper setengah jam kami ngobrol, daripada sendirian mending ngerokok plus ditemani seorang perempuan pintar dan cantik. Pembicaraan kami mengalir menuju ADB, obrolan jadi tersendat, begitupun ketika saya coba masuk dalam pembicaraan ketimpangan dan kemiskinan structural, utang luar negeri sampai masalah demokrasi, yang nyambung hanya bahasan demokrasi. Dalam hati saya kagum sudah kuliahnya UGM, pinter, cantik, cuma satu kurangnya dia kurang respek dengan berita-berita yang tidak seksis. Karena masih ingin ngobrol dengan dia lagi, akhirnya saya potong pembicaraan ADB, hehehe kapan lagi dapat kesempatan ngobrol dengan kembarannya Dian Sastro….hahahahahha
Dalam percakapan singkat sebelum kereta datang, dia sempat bilang bahwa isu ada berbagai jenis dan tingkatan alias diatas isu masih ada isu, artinya isu ada kadar kehebohannya. Dari situ saya berpikir, pembaca mungkin lebih suka berita yang seksis (baca:menarik/unik) dan secara kebetulan (baca:mungkin) kasus AA adalah unik, walaupun sebenarnya tidak kalah unik juga berita dan fakta bahwa Indonesia terjebak utang luar negeri.
Ini memang wajar, akan tetapi saya punya sudut pandang lain dalam kasus AA. Maksud saya begini, dalam kasus ini seorang pejabat berani mengambil resiko menjalin hubungan asmara dengan orang yang notabene dari golongan ekonomi yang jauh di bawahnya. Yang menarik bagi saya dalam kasus ini ketua KPK ada fair dengan karyawan biasa. Menurut saya ini bagus dan merupakan sebuah terobosan baru. Seorang pejabat tidak harus “bermain-main/ada fair” dengan orang golongan pejabat dalam level ekonomi sama, dia bisa berhubungan/beristeri dengan masyarakat biasa (baca:tidak terkait hubungan poltik). Akan tetapi dalam itu harus sesuai aturan hokum serta norma di masyarakat. Hal ini sangat dasyat bila benar terjadi. Bayangkan dalam kejadian lain teman-teman, presiden bisa mempunyai istri petani, bupati suaminya tukang becak, Walikota tidak beristri/bersuami pengusaha dsb, akan tetapi dengan penjual lotere. Anggota DPRD beristerikan seorang PSK. Apabila ini benar terjadi, mungkin masalah ekonomi indonesia tidaklah serumit sekarang atau minimal masalah kemiskinan structural yang melekat di tubuh perekonomian negara kita sedikit terlupakan dengan adanya hal diatas…hehehe(smoga teman-teman tidak pernah lupa masalah itu).
Dunia akan jadi sangat berwarna bila ini terjadi, seperti Tuhan yang menciptakan manusia itu setara, saling melengkapi, sangatlah indah bila itu terjadi. Ini sekedar cah-cuh dan gojekan saja……dari saya.
Rabu, 06 Mei 2009
nyasar di kota solo
GARA-GARA NYASAR
Energi = Pangan = makanan = lapar/luwe = uang = daya beli= kerja = lapangan kerja = system = ???=nyasar=kuburan
Nyasar di kuburan
Kemarin malam saya puter-puter pinggiran kota Solo untuk mengantar undangan. Dari sore hari sebelum pukul enam sore berangkat, dan pulang ke rumah lagi agak malam. Di antara rasa malas karena tidak ada teman untuk di ajak dan diri saya yang penakut saya putuskan berangkat sendirian.
Wilayah sasaran pertama adalah solo bagian barat. Motor saya geber kecepatan penuh, karena cuaca sekarang sulit di tebak (maklum alam sudah rusak nih…antara musim panas dan hujan sama kacaunya), saya malas kehujanan. Pertama masuk di kawasan tersebut saya langsung bingung dan kaget. Terakhir lewat daerah itu sekitar dua tahun lalu dan masih berupa kawasan hijau persawahan. Huff….beberapa kali saya nyasar. Setelah kurang lebih satu jam apa yang terjadi??? hahaha…..akhirnya undangan masih di tangan dan sukses belum sampai ke tujuan.
Masuk ke tahap kedua menjelajah kawasan timur solo. Petualangan di kawasan ini tak kalah seru. Selepas jembatan Jurug, kira-kira lima ratus meter, saya langsung belok kiri dan mencari alamat yang dituju. Saya merasa yakin tahu jalan, tapi kenyataan berkata lain. Saya “dipaksa” bertanya kepada orang alamat tersebut, padahal pernah beberapa kali ke alamat tersebut. Dua puluh menit dan dapat bernafas lega, alamat dapat di temukan. Ternyata perumahan yang dulu kecil telah mengalami perkembangan hingga kira-kira lima kali lipat dari luas semula (hahaha…..maju juga daerah ini???)
Petualangan belum berakhir...
Beranjak pulang, saya berniat lewat jalan yang sama seperti saat berangkat, tapi rasa takut dan kelamnya malam berhasil menggagalkan tajamnya mata untuk bekerja sama memori otak untuk menelusur jalan pulang. Motor saya pacu perlahan, jalan semakin sepi dan gelap ditambah perasaan saya jadi tidak enak, beberapa kali saya melirik jam, dan waktu sudah pukul setengah sepuluh malam. Sesaat setelah melirik jam tangan, lampu motor menangkap bayangan kotak panjang berjejer-jejer. Setelah bejarak kira-kira sepuluh meter, saya berteriak “uas……u…!!!” Motor otomatis berhenti karena rem saya injak reflek, motor saya putar arah dan langsung tancap gas secepatnya, degup jantung semakin cepat siantara tarikan nafas yang tersengal…..ternyata saya telah masuk kawasan pekuburan…..huaffff, uasem…..apes tenan!!!
Tanah, Masyarakat dan Kearifan Lokal
Bangsa Indonesia memiliki khazanah kearifan local yang berkaitan dengan masalah pangan. Salah satunya terekam dalam cerita rakyat. Di kalangan masyarakat Jawa “Dewi Sri” merupakan sebuah mitos yang mendaging dalam tubuh masyarakat. Manifestasi mitos masih bertahan hingga kini dalam sebuah tradisi. Era globalisasi, yang memaksa pandangan masyarakat berada dalam arus modern, diluar dugaan masih berbaik hati (baca : belum mampu memusnahkan) menyisakan warisan tradisi kearifan lokal.
Dalam filosofi masyarakat Jawa tentang kehidupan, khususnya bagi masyarakat agraris. Dewi Sri atau Dewi Padi mempunyai peran penting. Kepercayaan akan tercapainya keseimbangan kosmos selalu ada di benak masyarakat pedesaan yang tradisional. Kesadaran bersama akan tempat dan kehidupan bersama telah ada sejak lama. Masyarakat Jawa yang secara historis merupakan masyarakat agraris sangat menghormati alam “Dewi Kesuburan (Dewi Sri) merupakan sebuah mitologi Jawa yang menggambarkan asal mula padi sebagai sumber kehidupan manusia.
Berkaitan dengan sikap hidup masyarakat Jawa agraris tersebut, penghormatan Dewi Sri juga dimanifestasikan dalam upacara adat, bersih desa. Bersih desa upacara adat masyarakat Jawa (agraris), atau merupakan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa atas panen yang telah diterima. Mitos yang membungkus kearifan lokal ini telah mengakar dalam kultur masyarakat jawa, terkhusus yang hidup dalam lingkungan agraris.
Saat itu masyarakat tradisional mungkin belum berpikir tentang ekologi secara mendalam. Mitos yang selalu mengajarkan keseimbangan alam masih dilihat dalam sudut pandang kosmos., padahal sebenarnya hal tersebut secara langsung mengajarkan kita tentang ekologi. Ketika keseimbangan system ekologi terganggu atau rusak dampaknya sangat hebat, dari ketersediaan pangan, ketahanan pangan dan sampai keberlangsungan hidup manusia. Coba kita bayangkan dunia tanpa pangan (baca:sumber pangan mahal)
Teman Saya dan Sebuah Pilihan
Dalam suatu waktu saya bertemu dengan seorang teman lama. Layaknya kawan yang lama tak berjumpa, cerita dan pertanyaan mengalir deras. Beliau bercerita cukup lengkap satu persatu teman yang masih kontak denganya. Sampai pada kabar seorang teman, anak tekhnik angkatan ’97, saya kaget, dia mengatakan teman saya ini telah menjadi petani dan memutuskan meninggalkan tuntutan serta hiruk pikuk kuliah. Belum lagi saya terdiam karena kaget, teman saya berkata “mesti koe ra percoyo, Dul!!!”, dan saya masih terdiam. Dalam sepengetahuan saya, teman ksmi ini cerdas dalam akademik, walaupun tidak mati dalam membaca situasi sosial-kemasyarakatan yang ada di tataran lokal sampai internasional. Saya di buat heran kagum sekaligus berpikir dalam saat itu juga tentang pilihan hidupnya.
Sulit menemukan panggilan hidup seperti tersebut diatas dalam situasi dan kehidupan modern dan abstrak dan kontemporer saat ini. Seperti sebuah pepatah, jangan memilih kalau tidak berani menjawab konsekuensi, kalau dia tidak siap di cap sebagai orang aneh dia tidak akan menjadi petani (walau dengan kemampuan tekhnik informatika tingkat cerdas).
Masyarakat Modern
Dunia musik tak ubahnya bunglon, sangat adaptif dan cepat sekali merespon perubahan. Dalam kurang dari dua minggu selalu ada trend musik baru (liat aja tayangan musik di tipi-tpi kalau nggak percaya….)
Tau lagu dangdut ngga?Haha….salah satu penyayi, Ridho yang notabene anak wak haji Roma muncul dengan trend baru, dangdut metal!!!
Wah jadi inget Roma irama ni….dengan lagunya “judi”….trus ada lagu “rupiah” yang jaman bapak saya muda dulu sempat booming. Dalam lagu rupiah tersebut orang mau melakukan apa saja demi uang.
Georg Simmel, sosiolog Jerman, skeptis terhadap modernisasi, yang namanya kalah tenar dari Webber, karena jarang muncul di tipi mengatakan uang adalah nilai segala sesuatu, karena telah merampas nilai segala sesuatu yang ada di dunia baik dunia manusia maupun alam. Interaksi manusia di dunia ditentukan oleh uang, dari bagaimana manusia masuk dalam kelompokny kemudian memperoleh status. Dan mungkin sampai dia mati-pun akan di tentukan oleh uang.
Mau bukti???hehe….lihat saja status orang berduit dalam sebuah lingkungan kampung dibandingkan tukang becak, lebih terhormat kan, saat mengambil peran dalam aktivitas socialpun sama juga akibatnya, dia akan dominan, dalam aktivitas politikpun apalagi, lihat saja caleg yang kebanyakan dari kalangan berduit, banyak suara tuh….!!!. Jadi dalam masyarakat modern budaya uang adalah salah satu factor yang mempercepat seseorang kehilangan jati dirinya dalam interaksi social. Oh iya….bahkan sampai dengan seseorang mati dan di makamkan pun, kalau dia tidak punya keluarga yang membayar tanah, makamnya bakalan kena gusur juga, sama persis kayak satpol PP menggusur PKL. Huff…masyarakat modern yang kehilangan jati diri….serem tuh….huff….
Pembangunanisme
Pembangunan yang kita kenal saat ini, sebenarnya merupakan warisan dari orde baru yang menerapkan model kapitalisme negara. Model pembangunan ini muncul pada tahun 1930-an, dengan berada di garis mahzab Keynesian, yang kemudian akan mengilhami paham modernisme. Teori Keynesian oleh Rostow di kembangkan jadi teori pertumbuhan, dengan mengacu bahwa masyarakat akan berkembang dari tradisional, lalu pra industri, tinggal landas, lalu masyarakat industri dan akhirnya menuju masyarakat serba kecukupan/high mass consumption. Di Indonesia teori ini di adopsi dalam bentuk Repelita( di pelajaran SD sering di sebut rencana pembangunan lima tahun).
Tujuan awalnya teori pertumbuhan pembangunan ini sebenarnya untuk membendung kekuatan sosialisme. Era pembangunanisme di mulai setelah berakhirnya kolonialisme. Era ini di tandai dengan kemerdekaan negara-negara terjajah (koloni)secara fisik, akan tetapi negara penjajah tetap melakukan kontrol lewat perubahan sosial, atau dengan kata lain hegemoni/dominasi negara berubah, bukan lagi secara fisik akan tetapi lewat ideologi/cara pandang.
Modernisasi mempunyai beberapa asumsi dasar. Pertama: pembangunan di pahami bergerak dari tradisional menuju ke modern. Modernisasi dalam cara pandang barat diterjemahkan dalam perkembangan tekhnologi (industri) dan pertumbuhan ekonomi (akumulasi capital/investasi&tabungan) dengan memandang peningkatan standar hidup hanya bisa di tempuh lewat industrialisasi. Di konteks Indonesia pandangan ini yang melandasi industrialisasi.
Kembali Sawah Kita
Berawal dari pengalaman nyasar di pekuburan, saya tersadar ternyata dalam waktu singkat kota tempat saya lahir telah menjadi asing bagi saya. Perubahan terjadi dengan cepat tanpa saya ketahui. Sungguh sayang lahan hijau yang seharusnya menjadi ruang resapan air, tempat hidup ekosistem serta ruang berlangsungnya kebudayaan tergulung arus modernisasi. Gejala perubahan yang ada tersebab penataan ruang fisik dan ekonomi ternyata mempunyai dampak besar bagi manusia yang tidak mampu mengimbanginya, atau sebenarnya malah muncul problem bahwa manusia telah tergulung dalam arus di dalam modernisme. Sebenarnya ada beberapa hal yang terangkai dalam bunga rampai di atas. Tulisan ini bentuk kekagetan saya terhadap kota saya sendiri yang telah berubah dan menjadi asing bagi saya. Saya tidak mengkritik karena saya tidak berada dalam kerangka konsep yang jelas, akan tetapi yang pasti saya kecewa dikarenakan konsep perkembangan kota yang tidak jelas menjadikan saya nyasar malam-malam di kuburan, sendirian, mendung. Terimakasih, jumpa lagi di cah-cuh saya selanjutnya.
Energi = Pangan = makanan = lapar/luwe = uang = daya beli= kerja = lapangan kerja = system = ???=nyasar=kuburan
Nyasar di kuburan
Kemarin malam saya puter-puter pinggiran kota Solo untuk mengantar undangan. Dari sore hari sebelum pukul enam sore berangkat, dan pulang ke rumah lagi agak malam. Di antara rasa malas karena tidak ada teman untuk di ajak dan diri saya yang penakut saya putuskan berangkat sendirian.
Wilayah sasaran pertama adalah solo bagian barat. Motor saya geber kecepatan penuh, karena cuaca sekarang sulit di tebak (maklum alam sudah rusak nih…antara musim panas dan hujan sama kacaunya), saya malas kehujanan. Pertama masuk di kawasan tersebut saya langsung bingung dan kaget. Terakhir lewat daerah itu sekitar dua tahun lalu dan masih berupa kawasan hijau persawahan. Huff….beberapa kali saya nyasar. Setelah kurang lebih satu jam apa yang terjadi??? hahaha…..akhirnya undangan masih di tangan dan sukses belum sampai ke tujuan.
Masuk ke tahap kedua menjelajah kawasan timur solo. Petualangan di kawasan ini tak kalah seru. Selepas jembatan Jurug, kira-kira lima ratus meter, saya langsung belok kiri dan mencari alamat yang dituju. Saya merasa yakin tahu jalan, tapi kenyataan berkata lain. Saya “dipaksa” bertanya kepada orang alamat tersebut, padahal pernah beberapa kali ke alamat tersebut. Dua puluh menit dan dapat bernafas lega, alamat dapat di temukan. Ternyata perumahan yang dulu kecil telah mengalami perkembangan hingga kira-kira lima kali lipat dari luas semula (hahaha…..maju juga daerah ini???)
Petualangan belum berakhir...
Beranjak pulang, saya berniat lewat jalan yang sama seperti saat berangkat, tapi rasa takut dan kelamnya malam berhasil menggagalkan tajamnya mata untuk bekerja sama memori otak untuk menelusur jalan pulang. Motor saya pacu perlahan, jalan semakin sepi dan gelap ditambah perasaan saya jadi tidak enak, beberapa kali saya melirik jam, dan waktu sudah pukul setengah sepuluh malam. Sesaat setelah melirik jam tangan, lampu motor menangkap bayangan kotak panjang berjejer-jejer. Setelah bejarak kira-kira sepuluh meter, saya berteriak “uas……u…!!!” Motor otomatis berhenti karena rem saya injak reflek, motor saya putar arah dan langsung tancap gas secepatnya, degup jantung semakin cepat siantara tarikan nafas yang tersengal…..ternyata saya telah masuk kawasan pekuburan…..huaffff, uasem…..apes tenan!!!
Tanah, Masyarakat dan Kearifan Lokal
Bangsa Indonesia memiliki khazanah kearifan local yang berkaitan dengan masalah pangan. Salah satunya terekam dalam cerita rakyat. Di kalangan masyarakat Jawa “Dewi Sri” merupakan sebuah mitos yang mendaging dalam tubuh masyarakat. Manifestasi mitos masih bertahan hingga kini dalam sebuah tradisi. Era globalisasi, yang memaksa pandangan masyarakat berada dalam arus modern, diluar dugaan masih berbaik hati (baca : belum mampu memusnahkan) menyisakan warisan tradisi kearifan lokal.
Dalam filosofi masyarakat Jawa tentang kehidupan, khususnya bagi masyarakat agraris. Dewi Sri atau Dewi Padi mempunyai peran penting. Kepercayaan akan tercapainya keseimbangan kosmos selalu ada di benak masyarakat pedesaan yang tradisional. Kesadaran bersama akan tempat dan kehidupan bersama telah ada sejak lama. Masyarakat Jawa yang secara historis merupakan masyarakat agraris sangat menghormati alam “Dewi Kesuburan (Dewi Sri) merupakan sebuah mitologi Jawa yang menggambarkan asal mula padi sebagai sumber kehidupan manusia.
Berkaitan dengan sikap hidup masyarakat Jawa agraris tersebut, penghormatan Dewi Sri juga dimanifestasikan dalam upacara adat, bersih desa. Bersih desa upacara adat masyarakat Jawa (agraris), atau merupakan ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha kuasa atas panen yang telah diterima. Mitos yang membungkus kearifan lokal ini telah mengakar dalam kultur masyarakat jawa, terkhusus yang hidup dalam lingkungan agraris.
Saat itu masyarakat tradisional mungkin belum berpikir tentang ekologi secara mendalam. Mitos yang selalu mengajarkan keseimbangan alam masih dilihat dalam sudut pandang kosmos., padahal sebenarnya hal tersebut secara langsung mengajarkan kita tentang ekologi. Ketika keseimbangan system ekologi terganggu atau rusak dampaknya sangat hebat, dari ketersediaan pangan, ketahanan pangan dan sampai keberlangsungan hidup manusia. Coba kita bayangkan dunia tanpa pangan (baca:sumber pangan mahal)
Teman Saya dan Sebuah Pilihan
Dalam suatu waktu saya bertemu dengan seorang teman lama. Layaknya kawan yang lama tak berjumpa, cerita dan pertanyaan mengalir deras. Beliau bercerita cukup lengkap satu persatu teman yang masih kontak denganya. Sampai pada kabar seorang teman, anak tekhnik angkatan ’97, saya kaget, dia mengatakan teman saya ini telah menjadi petani dan memutuskan meninggalkan tuntutan serta hiruk pikuk kuliah. Belum lagi saya terdiam karena kaget, teman saya berkata “mesti koe ra percoyo, Dul!!!”, dan saya masih terdiam. Dalam sepengetahuan saya, teman ksmi ini cerdas dalam akademik, walaupun tidak mati dalam membaca situasi sosial-kemasyarakatan yang ada di tataran lokal sampai internasional. Saya di buat heran kagum sekaligus berpikir dalam saat itu juga tentang pilihan hidupnya.
Sulit menemukan panggilan hidup seperti tersebut diatas dalam situasi dan kehidupan modern dan abstrak dan kontemporer saat ini. Seperti sebuah pepatah, jangan memilih kalau tidak berani menjawab konsekuensi, kalau dia tidak siap di cap sebagai orang aneh dia tidak akan menjadi petani (walau dengan kemampuan tekhnik informatika tingkat cerdas).
Masyarakat Modern
Dunia musik tak ubahnya bunglon, sangat adaptif dan cepat sekali merespon perubahan. Dalam kurang dari dua minggu selalu ada trend musik baru (liat aja tayangan musik di tipi-tpi kalau nggak percaya….)
Tau lagu dangdut ngga?Haha….salah satu penyayi, Ridho yang notabene anak wak haji Roma muncul dengan trend baru, dangdut metal!!!
Wah jadi inget Roma irama ni….dengan lagunya “judi”….trus ada lagu “rupiah” yang jaman bapak saya muda dulu sempat booming. Dalam lagu rupiah tersebut orang mau melakukan apa saja demi uang.
Georg Simmel, sosiolog Jerman, skeptis terhadap modernisasi, yang namanya kalah tenar dari Webber, karena jarang muncul di tipi mengatakan uang adalah nilai segala sesuatu, karena telah merampas nilai segala sesuatu yang ada di dunia baik dunia manusia maupun alam. Interaksi manusia di dunia ditentukan oleh uang, dari bagaimana manusia masuk dalam kelompokny kemudian memperoleh status. Dan mungkin sampai dia mati-pun akan di tentukan oleh uang.
Mau bukti???hehe….lihat saja status orang berduit dalam sebuah lingkungan kampung dibandingkan tukang becak, lebih terhormat kan, saat mengambil peran dalam aktivitas socialpun sama juga akibatnya, dia akan dominan, dalam aktivitas politikpun apalagi, lihat saja caleg yang kebanyakan dari kalangan berduit, banyak suara tuh….!!!. Jadi dalam masyarakat modern budaya uang adalah salah satu factor yang mempercepat seseorang kehilangan jati dirinya dalam interaksi social. Oh iya….bahkan sampai dengan seseorang mati dan di makamkan pun, kalau dia tidak punya keluarga yang membayar tanah, makamnya bakalan kena gusur juga, sama persis kayak satpol PP menggusur PKL. Huff…masyarakat modern yang kehilangan jati diri….serem tuh….huff….
Pembangunanisme
Pembangunan yang kita kenal saat ini, sebenarnya merupakan warisan dari orde baru yang menerapkan model kapitalisme negara. Model pembangunan ini muncul pada tahun 1930-an, dengan berada di garis mahzab Keynesian, yang kemudian akan mengilhami paham modernisme. Teori Keynesian oleh Rostow di kembangkan jadi teori pertumbuhan, dengan mengacu bahwa masyarakat akan berkembang dari tradisional, lalu pra industri, tinggal landas, lalu masyarakat industri dan akhirnya menuju masyarakat serba kecukupan/high mass consumption. Di Indonesia teori ini di adopsi dalam bentuk Repelita( di pelajaran SD sering di sebut rencana pembangunan lima tahun).
Tujuan awalnya teori pertumbuhan pembangunan ini sebenarnya untuk membendung kekuatan sosialisme. Era pembangunanisme di mulai setelah berakhirnya kolonialisme. Era ini di tandai dengan kemerdekaan negara-negara terjajah (koloni)secara fisik, akan tetapi negara penjajah tetap melakukan kontrol lewat perubahan sosial, atau dengan kata lain hegemoni/dominasi negara berubah, bukan lagi secara fisik akan tetapi lewat ideologi/cara pandang.
Modernisasi mempunyai beberapa asumsi dasar. Pertama: pembangunan di pahami bergerak dari tradisional menuju ke modern. Modernisasi dalam cara pandang barat diterjemahkan dalam perkembangan tekhnologi (industri) dan pertumbuhan ekonomi (akumulasi capital/investasi&tabungan) dengan memandang peningkatan standar hidup hanya bisa di tempuh lewat industrialisasi. Di konteks Indonesia pandangan ini yang melandasi industrialisasi.
Kembali Sawah Kita
Berawal dari pengalaman nyasar di pekuburan, saya tersadar ternyata dalam waktu singkat kota tempat saya lahir telah menjadi asing bagi saya. Perubahan terjadi dengan cepat tanpa saya ketahui. Sungguh sayang lahan hijau yang seharusnya menjadi ruang resapan air, tempat hidup ekosistem serta ruang berlangsungnya kebudayaan tergulung arus modernisasi. Gejala perubahan yang ada tersebab penataan ruang fisik dan ekonomi ternyata mempunyai dampak besar bagi manusia yang tidak mampu mengimbanginya, atau sebenarnya malah muncul problem bahwa manusia telah tergulung dalam arus di dalam modernisme. Sebenarnya ada beberapa hal yang terangkai dalam bunga rampai di atas. Tulisan ini bentuk kekagetan saya terhadap kota saya sendiri yang telah berubah dan menjadi asing bagi saya. Saya tidak mengkritik karena saya tidak berada dalam kerangka konsep yang jelas, akan tetapi yang pasti saya kecewa dikarenakan konsep perkembangan kota yang tidak jelas menjadikan saya nyasar malam-malam di kuburan, sendirian, mendung. Terimakasih, jumpa lagi di cah-cuh saya selanjutnya.
Senin, 04 Mei 2009
cah-cuh baca wae
Berbahaya, membaca, mendengar dan melihat tanpa dasar berpikir ilmiah
Pagi-pagi baca koran, headlines media cetak dan elektronik tidak segarang tiga dan empat tahun lalu dalam mengangkat isu-isu kemanusiaan seperti berita Hari Buruh dan Hari Pendidikan Indonesia…..
Ada apa ya???
Apa karena mendekati pemilu, sehingga rawan ???hohohoho semoga bukan itu…
Atau karena pendidikan dan kesejahteraan merupakan isu-isu vital terkait kebijakan negara terhadap masyarakat, sehingga menjadi tabu untuk di sentuh media…????
Sabtu malam saya membaca sepenggal tulisan teman yang melarang anaknya nonton sinetron yang menjamur di tipi…ini sama seperti saya, anti sinetron
imajinasi
Peran dan fungsi imajinasi dalam dunia kontemporer kini mulai menggeser peran media, terutama media cetak yang menjadi medium primer dalam perkembangan wacana pengetahuan manusia. Imaji dalam terminologi komunikasi adalah gambaran, gambaran ini di dapat bukan secara instan, tetapi merupakan suatu proses mental manusia dalam membentuk pengetahuan baru yang kemudian diproyeksikannya.
Konsep imajinasi sebenarnya telah ada sejak jaman Ibrani, dalam kisah adam-hawa yang mencuri buah kebenaran. Kemudian jaman Helenis, dalam kisah Prometeus yang mencuri api Zeus kemudian membebaskan manusia dari kebutaan, di tahap ini manusia lepas dari kosmos dan berpikir tentang eksistensi dirinya. Di jaman modern, Kant yang mencoba mencari jalan damai perseteruan rasionalisme dan empirisme, dengan membuat sintesis (antara indra dan pemahaman) bahwa harus ada kemampuan aktif manusia dalam berbagai hal yang dinamakan imajinasi, kemudian ada juga pandangan imajinasi humanis dari Sartre. Sedang postmodern memandang imajinasi adalah independen dan tidak terpengaruh kekuatan-kekuatan luar ( Lacan, Foucault, Derrida).
Pengetahuan yang diterima manusia ada dua, yang
pertama : pengetahuan informatif, yaitu pengetahuan yang didapat masyarakat dari media massa-koran-televisi-dsb sebatas fakta. Karena media massa menjadi penyampai pengetahuan, maka perannya menjadi penting dalam membentuk bangunan pikir masyarakat. Sebagai contoh: berita di koran di tulis tanggal 2 Mei merupakan refleksi bagi dunia pendidikan kita, maka ketika berita tersebut muncul di media massa kemungkinan yang akan terjadi adalah masyarakat bertanya sebenarnya apa yang telah terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia? (manusia hanya sebatas bertanya sebuah berita).
kedua : pengetahuan ilmiah yang bersifat intelek, yaitu pengetahuan yang berkembang dan bersumber melalui intelek. Disini kemampuan analisis manusia sebagai makhluk yang berakal budi di gunakan. Kebanyaan pengetahuan ini di dapat dari buku-buku. Pengetahuan intelek penting disaat manusia memandang hakikat kebenaran suatu hal. Sebagai contoh : di koran ditulis tanggal 2 Mei merupakan refleksi bagi dunia pendidikan. Sebagai manusia yang berkemampuan intelek dia berpikir dalam suatu pengetahuan analisis tertentu, semisal : setelah membaca kemudian si pembaca berpikir dunia pendidikan kita ternyata telah masuk dalam system yang dinamakan kapitalisme dan dalam konteks Indonesia sekolah telah berjalan kearah privatisasi pendidikan yang notabene mempunyai akibat yang luar biasa pada kehidupan dan kemanusiaan (disini manusia menangkap berita dan disertai analisis).
Ada perbedaan yang mendasar antara keduanya, salah satunya disertai dengan pengetahuan analisis dan lainnya tidak.
Dari dua contoh bentuk pengetahuan diatas kita, kita kemudian menjadi tahu suatu hal baru tentang dunia pendidikan Indonesia. Dalam komunikasi setelah ada impuls seharusnya ada umpan balik, semisal ketika ada berita teman kita sakit kita kemudian membesuknya. Respon kita setelah menerima contoh berita diatas dapat bermacam-macam. Setelah dapat pengetahuan baru yang membuat kita berpikir, kemudian bisa juga kita lalu mencari buku yang berkaitan dengan dunia pendidikan; baik yang berkaitan tentang mahalnya biaya pendidikan sampai dengan konsep pendidikan ala kapitalisme yang akan dibangun Indonesia kedepan atau bahkan konsep pendidikan alternative yang humanis. Atau kalau kita berpikir lebih tajam dan bijak dalam ranah filosofis kita akan mencari pengetahuan tentang filosofi pendidikan dalam berbagai macam buku, yang digagas beberapa orang yang kritis seperti om Ivan Illich, pakde Banawiratna, uncle Paulo Freire, Romo YB Mangunwijaya dan beberapa pemikir pendidikan pedagogi kritis lainnya.
Wufff kenapa malah omongan lari ke dunia pendidikan yo????maap…maap….ternyata dunia pendidikan sangat menarik, jauh lebih baik dari sinetron di tipi-tipi…….
Kembali ke pengetahuan, pengetahuan ilmiah yang di hasilkan intelek kebanyakan tidak mendapat tempat di ruang aktivitas social manusia, kenapa?
Dalam beberapa hal seperti yang telah saya tulis di notes saya sebelumnya, pengetahuan yang di bangun media selalu mempunyai kepentingan karena tarikan ekonomi, politik maupun budaya, adapun misi dan idealismenya mendidik orang menjadi kritis menjadi bias karena kepentingan-kepentingan tersebut. Hal itulah yang membuat pengetahuan intelek kurang (baca : sedikit) mendapat perhatian dalam ruang aktivitas manusia tersebab tidak mempunyai nilai jual. Kecenderungan pragmatisme berpikir manusia yang coba di bangun media di masyarakat selalu berbenturan dengan idealisme media sebagai sarana pendidikan kritis manusia.
Ahahah….berarti disini ada permasalahan dalam proses penyampaian pengetahuan dalam ruang social manusia, terutama pengetahuan ilmiah. Sebenarnya media yang cepat dan efektif dalam penyampaian pengetahuan adalah media elektronik, akan tetapi media elektronik sering memakai bahasa yang praktis sedangkan pengetahuan ilmiah mempunyai bahasa dengan kadar pemikiran dalam, sehingga dalam penyampaiannya seringkali terlambat(lama) bahkan mereduksi makna. Karena serba praktis dan pragmatis, saat terlaksananya praksis pengetahuan sering mendahului teori, jadi sebuah teori mengalir terlambat hadir (dalam mendasari berpikir manusia). Apakah ini berarti suatu kegagalan media dalam membangun pengetahuan ilmiah manusia……????
kita dan kita
Pertanyaan “apakah……” diatas merupakan esensial, mengenai gagalnya media dalam membangun pengetahuan ilmiah dalam masyarakat. Tulisan ini tidak mempunyai maksud apa-apa , tapi saya hanya coba berbagi dengan teman-teman dalam memandang tanda-tanda perubahan jaman, seperti masalah kesejahteraan, pendidikan, kebangsaan dan masalah lain tentang kemanusiaan yang seringkali kurang (tidak) mendapat lirikan mata, telinga dan suara kita. Saya kira ruang social kita bukan hanya ruang pragmatis yang hanya mencetak kebutuhan dan bukan mencipta pemikiran. Jadi teman-teman jangan segan dan merasa berat membaca buku, jangan risih mendengar isu-isu dan berita di media terutama persoalan kemanusiaan, dan jangan berhenti berbagi pengetahuan dalam ruang apapun… Semangat!!!!
Yang perlu kita tahu : whats on 1, 2 dan 20 Mei, bahwa tanggal 1 Mei adalah Hari Buruh, 2 Mei adalah hari Pendidikan Nasional dan 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional.
Pagi-pagi baca koran, headlines media cetak dan elektronik tidak segarang tiga dan empat tahun lalu dalam mengangkat isu-isu kemanusiaan seperti berita Hari Buruh dan Hari Pendidikan Indonesia…..
Ada apa ya???
Apa karena mendekati pemilu, sehingga rawan ???hohohoho semoga bukan itu…
Atau karena pendidikan dan kesejahteraan merupakan isu-isu vital terkait kebijakan negara terhadap masyarakat, sehingga menjadi tabu untuk di sentuh media…????
Sabtu malam saya membaca sepenggal tulisan teman yang melarang anaknya nonton sinetron yang menjamur di tipi…ini sama seperti saya, anti sinetron
imajinasi
Peran dan fungsi imajinasi dalam dunia kontemporer kini mulai menggeser peran media, terutama media cetak yang menjadi medium primer dalam perkembangan wacana pengetahuan manusia. Imaji dalam terminologi komunikasi adalah gambaran, gambaran ini di dapat bukan secara instan, tetapi merupakan suatu proses mental manusia dalam membentuk pengetahuan baru yang kemudian diproyeksikannya.
Konsep imajinasi sebenarnya telah ada sejak jaman Ibrani, dalam kisah adam-hawa yang mencuri buah kebenaran. Kemudian jaman Helenis, dalam kisah Prometeus yang mencuri api Zeus kemudian membebaskan manusia dari kebutaan, di tahap ini manusia lepas dari kosmos dan berpikir tentang eksistensi dirinya. Di jaman modern, Kant yang mencoba mencari jalan damai perseteruan rasionalisme dan empirisme, dengan membuat sintesis (antara indra dan pemahaman) bahwa harus ada kemampuan aktif manusia dalam berbagai hal yang dinamakan imajinasi, kemudian ada juga pandangan imajinasi humanis dari Sartre. Sedang postmodern memandang imajinasi adalah independen dan tidak terpengaruh kekuatan-kekuatan luar ( Lacan, Foucault, Derrida).
Pengetahuan yang diterima manusia ada dua, yang
pertama : pengetahuan informatif, yaitu pengetahuan yang didapat masyarakat dari media massa-koran-televisi-dsb sebatas fakta. Karena media massa menjadi penyampai pengetahuan, maka perannya menjadi penting dalam membentuk bangunan pikir masyarakat. Sebagai contoh: berita di koran di tulis tanggal 2 Mei merupakan refleksi bagi dunia pendidikan kita, maka ketika berita tersebut muncul di media massa kemungkinan yang akan terjadi adalah masyarakat bertanya sebenarnya apa yang telah terjadi di dalam dunia pendidikan Indonesia? (manusia hanya sebatas bertanya sebuah berita).
kedua : pengetahuan ilmiah yang bersifat intelek, yaitu pengetahuan yang berkembang dan bersumber melalui intelek. Disini kemampuan analisis manusia sebagai makhluk yang berakal budi di gunakan. Kebanyaan pengetahuan ini di dapat dari buku-buku. Pengetahuan intelek penting disaat manusia memandang hakikat kebenaran suatu hal. Sebagai contoh : di koran ditulis tanggal 2 Mei merupakan refleksi bagi dunia pendidikan. Sebagai manusia yang berkemampuan intelek dia berpikir dalam suatu pengetahuan analisis tertentu, semisal : setelah membaca kemudian si pembaca berpikir dunia pendidikan kita ternyata telah masuk dalam system yang dinamakan kapitalisme dan dalam konteks Indonesia sekolah telah berjalan kearah privatisasi pendidikan yang notabene mempunyai akibat yang luar biasa pada kehidupan dan kemanusiaan (disini manusia menangkap berita dan disertai analisis).
Ada perbedaan yang mendasar antara keduanya, salah satunya disertai dengan pengetahuan analisis dan lainnya tidak.
Dari dua contoh bentuk pengetahuan diatas kita, kita kemudian menjadi tahu suatu hal baru tentang dunia pendidikan Indonesia. Dalam komunikasi setelah ada impuls seharusnya ada umpan balik, semisal ketika ada berita teman kita sakit kita kemudian membesuknya. Respon kita setelah menerima contoh berita diatas dapat bermacam-macam. Setelah dapat pengetahuan baru yang membuat kita berpikir, kemudian bisa juga kita lalu mencari buku yang berkaitan dengan dunia pendidikan; baik yang berkaitan tentang mahalnya biaya pendidikan sampai dengan konsep pendidikan ala kapitalisme yang akan dibangun Indonesia kedepan atau bahkan konsep pendidikan alternative yang humanis. Atau kalau kita berpikir lebih tajam dan bijak dalam ranah filosofis kita akan mencari pengetahuan tentang filosofi pendidikan dalam berbagai macam buku, yang digagas beberapa orang yang kritis seperti om Ivan Illich, pakde Banawiratna, uncle Paulo Freire, Romo YB Mangunwijaya dan beberapa pemikir pendidikan pedagogi kritis lainnya.
Wufff kenapa malah omongan lari ke dunia pendidikan yo????maap…maap….ternyata dunia pendidikan sangat menarik, jauh lebih baik dari sinetron di tipi-tipi…….
Kembali ke pengetahuan, pengetahuan ilmiah yang di hasilkan intelek kebanyakan tidak mendapat tempat di ruang aktivitas social manusia, kenapa?
Dalam beberapa hal seperti yang telah saya tulis di notes saya sebelumnya, pengetahuan yang di bangun media selalu mempunyai kepentingan karena tarikan ekonomi, politik maupun budaya, adapun misi dan idealismenya mendidik orang menjadi kritis menjadi bias karena kepentingan-kepentingan tersebut. Hal itulah yang membuat pengetahuan intelek kurang (baca : sedikit) mendapat perhatian dalam ruang aktivitas manusia tersebab tidak mempunyai nilai jual. Kecenderungan pragmatisme berpikir manusia yang coba di bangun media di masyarakat selalu berbenturan dengan idealisme media sebagai sarana pendidikan kritis manusia.
Ahahah….berarti disini ada permasalahan dalam proses penyampaian pengetahuan dalam ruang social manusia, terutama pengetahuan ilmiah. Sebenarnya media yang cepat dan efektif dalam penyampaian pengetahuan adalah media elektronik, akan tetapi media elektronik sering memakai bahasa yang praktis sedangkan pengetahuan ilmiah mempunyai bahasa dengan kadar pemikiran dalam, sehingga dalam penyampaiannya seringkali terlambat(lama) bahkan mereduksi makna. Karena serba praktis dan pragmatis, saat terlaksananya praksis pengetahuan sering mendahului teori, jadi sebuah teori mengalir terlambat hadir (dalam mendasari berpikir manusia). Apakah ini berarti suatu kegagalan media dalam membangun pengetahuan ilmiah manusia……????
kita dan kita
Pertanyaan “apakah……” diatas merupakan esensial, mengenai gagalnya media dalam membangun pengetahuan ilmiah dalam masyarakat. Tulisan ini tidak mempunyai maksud apa-apa , tapi saya hanya coba berbagi dengan teman-teman dalam memandang tanda-tanda perubahan jaman, seperti masalah kesejahteraan, pendidikan, kebangsaan dan masalah lain tentang kemanusiaan yang seringkali kurang (tidak) mendapat lirikan mata, telinga dan suara kita. Saya kira ruang social kita bukan hanya ruang pragmatis yang hanya mencetak kebutuhan dan bukan mencipta pemikiran. Jadi teman-teman jangan segan dan merasa berat membaca buku, jangan risih mendengar isu-isu dan berita di media terutama persoalan kemanusiaan, dan jangan berhenti berbagi pengetahuan dalam ruang apapun… Semangat!!!!
Yang perlu kita tahu : whats on 1, 2 dan 20 Mei, bahwa tanggal 1 Mei adalah Hari Buruh, 2 Mei adalah hari Pendidikan Nasional dan 20 Mei adalah Hari Kebangkitan Nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)